Amang Rahman lahir dari pasangan seorang keturunan Arab dan ibunya berasal dari daerah Jambi Kemantren, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. Sebagai putra ke empat dari 13 bersaudara dalam lingkungan keluarga yang taat beragama, Amang pada masa kecilnya mendapat pengaruh kuat kebudayaan Islam di Jawa yang diperoleh dari cerita maupun petuah dari kakek neneknya, keluarga, masyarakat, lingkungannya maupun kawan sebaya sepermainannya. Pengaruh ini berlanjut terus hingga usia remaja. Dia sangat akrab dengan Al Quran, berbagai surau, mesjid bahkan gemar pula mengunjungi berbagai makam. Karena tertarik untuk berziarah atau menyaksikan nisan antik yang bertuliskan huruf Arab maupun huruf Jawa yang pada saat itu dianggap menarik dan unik.
Memasuki usia dewasa pengalaman hidup Amang terus berkembang serta bertambah. Dia menyenangi juga berbagai kesenian yang hidup dan tumbuh di Jawa dan Madura seperti : wayang kulit, ludruk, berbagai ragam tari, musik maupun berbagai cerita rakyat setempat, termasuk pantun parikan serta syair daerah baik dalam bentuk penyampaian lisan maupun tulisan.
Sejalan dengan usahanya memperdalam bidang seni rupa, Amang pun terus menekuni serta mengembangkan wawasannya dibidang kesenian lainnya. Antara lain dengan membaca di perpustakaan, berdiskusi dengan rekan seniman lainnya, dari
Latar belakang yang diawali sejak masa kecil maupun pengalaman religi serta berbagai pengalaman hidupnya sehari-hari telah membangun secara bertahap dan terus memperkaya wawasan Amang Rahman dalam karya lukisannya. Penjelajahan dan pengembaraan ruang kehidupan manusia baik jasmani maupun rohani membentuk alam kesadaran Amang yang dimanifestasikan pada penguasaan ruang kanvas lukisan-lukisannya. Jejak ini dapat disaksikan pada setiap lukisan Amang, terutama didalam meletakkan obyek serta komposisinya yang esensial yaitu : alur horizontal, vertikal dan diagonal. Pilihan obyek utamanya sederhana. Sosok manusia, paling sedikit 2 dan paling banyak 9 figur dalam pola bentuk dan posisinya dilakukan pengulangan. | Antara Kayu Tanam-Bukit Tinggi (1998), 145 X 195 cm |
Penampilan unsur warna pada setiap lukisan Amang didominasi oleh pilihan warna biru, hijau, kuning dan hitam dengan nuansa dari keempat warna pilihannya itu. Berlanjut pada efek warna yang menyiratkan cahaya merupakan esensi dari keutuhan tema sentral. Pada penggunaan unsur garis, hampir setiap lukisan Amang bersifat efisien berupa kontur yang fungsional malah pada kebanyakan karyanya penampilan unsur garis sebagai maksud bayangan dibangun dengan batas pertemuan kontras warna yang berbeda.
Menurut pengakuannya, Amang lebih puas menggunakan jari-jarinya termasuk telapak atau punggung tangannya sebagai pengganti kuas dan pisau pallet untuk melukis, kadang-kadang menggunakan kain serbet untuk menghapus atau mencampur warna langsung keatas kanvas. Hasil produk kerja seperti itu, menjadikan wajah kanvas tidak kasar, perubahan nuansa warna menjadi halus dan bentuk obyeknya menjadi datar seperti halnya lukisan yang dekoratif dua dimensional.
Karya lukisan Amang Rahman didasari oleh keluasan wawasan, aneka ragam pengalaman hidup lahir bathin serta perenungan selaku insan yang beriman Islam telah melahirkan sikap hidup yang bersahaja, arif dan bijaksana dalam menghadapi dan mengatasi kehidupan di dunia fana ini. Beberapa unsur seperti keyakinan terhadap diri sendiri, pengalaman beragama yang kian mempertebal iman Islam, memahami hakekat hidup serta menghayati secara total dalam berkesenian telah diraih dan direfleksikan pada sebagian lukisan Amang Rahman Jubair, khususnya pada karyanya yang non-kaligrafis.
0 C0Mm3nTs:
Posting Komentar