Kemampuan untuk melakukan Instalasi dan setting untuk sebuah Warung Internet (Warnet) selama ini dianggap hanya dimiliki oleh mereka yang sudah lama berkecimpung didunia IT Administrator. Dengan mematok biaya yang cukup lumayan mereka bersedia membantu kita dalam membangun sebuah Warnet yang hendaknya akan kita gunakan sebagai Unit Produksi. Ketidaktahuan
Dalam pergaulan, Oesman Effendi sangat dikenal diantara rekan-rekan seniman sebagai tokoh yang kontroversial pandangannya mengenai kebudayaan pada umumnya, dan senirupa
Pandangan serta pernyataannya yang berani, tentang keberadaan seni lukis Indonesia yang menurutnya tidak ada atau belum ada, dilontarkan pada tahun 1970, pada suatu diskusi terbatas di sebuah lembaga kebudayaan asing (Amerika Serikat), di Jakarta. Pernyataan Oesman Effendi itu menimbulkan berbagai reaksi pada kelompok budayawan maupun seniman yang merasa tersinggung, seakan-akan seluruh perjuangan seni yang selama itu mereka lakukan diabaikan begitu saja. Sikap Oesman Effendi yang kontroversial mengenai kesenian ini tidak berubah sampai akhir hayatnya.
| Oesman Effendi lahir di |
Oesman Effendi wafat pada tanggal 28 Maret 1985 karena menderita penyakit kanker hati dan dimakamkan di pemakaman Karet Jakarta.
Courtesy of tamanismailmarzuki
Seni Rupa ITB, tempat Kaboel mempelajari gagasan-gagasan seni rupa modern, memang lebih mendekati sebagian dari asas-asas seni rupa modern Eropa yang percaya pada rinsip-prinsip universalisme. Juga melalui jalur akademis itu ia memberi keseimbangan antara rasio dan emosi dan meluruskan modernisasi yang berkembang di abad-19. Kesenian yang kemudian disadarinya bukanlah sebuah misteri yang Cuma dimiliki oleh seniman sebagai suatu penemuan. Melainkan sebagai suatu kegiatan intelektual dan perasan yang harus dipahami falsafahnya dan dipelajari prinsip-prinsipnya.
Kaboel memahami seni rupa modern melalui suatu metode yang asas-asasnya tersusun secara akademis. Kesadaran terhadap bidang datar bahwa gambar adalah benda. Dimana masalah-masalah teknis dan estetis lebih diutamakan untuk dieksplorasi ketimbang kandungan ideologisnya, menunjukan pemahaman pada hakikat seni rupa yang mendasar. Bersamaan dengan kegiatannya di bidang seni lukis ditahun 1964, Kaboel turut mempopulerkan kegiatan seni grafis dan mengajar di studio tersebut bersama Mochtar Apin. Pilihan untuk mengajar di Seni Rupa ITB, khusus untuk rumpun seni yang terasing ini, merupakan suatu tantangan tersendiri sebagai seniman pengajar seperti Kaboel. Di satu pihak, ia juga masih ingin terus berkarya, baik lewat lukisan maupun seni grafis, dan di pihak lain ia juga tak bisa meninggalkan dunia pendidikan demi kepentingan-kepentingan pribadi. Lagi pula bidang pendidikan seni grafis masih memerlukan semangat idealisme yang tinggi untuk mempopulerkannya tak semudah jalan yang ditempuh oleh seni lukis.
Pada akhirnya Kaboel terpaksa harus mengerjakan keduanya, tanpa harus mengabaikan dunia pendidikan. Keinginan untuk mempopulerkan seni grafis seperti yang dianjurkan Mochtar Apin, guru dan sahabatnya tak pernah surut sebagaimana hal ini sering dianjurkan Kaboel kepada murid-muridnya dikemudian hari namun, karya-karya grafisnya masih belum mendapatkan tanggapan sebaik lukisan-lukisannya.
Model Duduk dan Berbaring, cat minyak diatas kanvas (1975) | Dunia seni grafis rupanya masih menemukan nasib buruk. Persoalan ini pada akhirnya menjadi persoalan klasik dikalangan pegrafis, dan menjadi beban tersendiri bagi Kaboel sebagai guru dibidang ini. Maka tak heran jika ia lebih condong mempertaruhkan karya-karyanya dalam pameran-pameran di mancanegara, seperti Belanda, Belgia, Swiss, Jerman, New York, Jepang dan Singapura. Memang cukup ironis hasilnya. Disana karya Kaboel malah mendapatkan tanggapan selayaknya. |
Kaboel senantiasa gelisah akan perkara ini. Dimensi sosial yang inheren dalam seni grafis, ternyata hanya diminati oleh para pencinta seni dari mancanegara saja. Dan sampai memasuki tahun 2000, tetap saja karya lukisnyalah yang lebih banyak dimiliki masyarakat di tanah air. Pada setiap karya-karya Kaboel, baik itu lukisan atau grafis, senantiasa muncul obyek-obyek tertentu yang disukainya, seperti landscape, sosok dan fauna. Hal ini tentu harus dibedakan dengan sketsa-sketsa yang dibuatnya, seringkali semacam catatan dari suatu penglihatan dalam perjalanan. Tidaklah persis diketahui apakah setiap lukisan Kaboel menggunakan model atau tidak, yang jelas ia terlebih dahulu membuat studi untuk setiap obyek yang ingin dilukisnya. Seluruh deformasi dan distorsi didalam karyanya adalah karena ia kerap lebih mempertimbangkan keseluruhan struktur lukisan serta organisasi unsur-unsurnya.
Abstraksi terhadap subyek yang cukup lanjut itu membuat karya-karya Kaboel sering berupa rumusan, hal yang membedakannya dengan pelukis-pelukis yang membuat penafsiran terhadap sosok atau obyek yang dilihatnya, misalnya seperti kaum impresionisme Eropa di penghujung abad-19 menafsirkan sekitarnya. Lebih dari sekedar persoalan etis, kegelisahan Kaboel ini lebih merefleksikan nilai-nilai etisnya.
Dua jalan besar menuju lahan kesenian di
Bila diamati sebagian besar lukisan karya Ipung Gozali dengan cermat, maka segera mendapat pengarahan bahwa dia termasuk pelukis yang menggunakan kedua jalan sekaligus dengan sikap seorang seniman otodidak. Pengalaman seni lukisnya telah tumbuh sejak masa kanak-kanak, kemudian berlanjut kebangku Taman Siswa di Bandar Lampung. Kegemarannya akan melukis diteruskan dengan pengembaraannya ke Pulau Jawa yang dikenal sebagai pusat pendidikan kesenian termaju di | Cahaya diatas Cahaya (70 x 100cm) |
Sejak tahun 1970 –- 1990, Ipung Gozali telah beberapa kali menyelenggrakan pameran tunggal maupun kolektif di
Melalui seni lukisnya Ia mampu merangkul alam, sekaligus melindungi, dengan memadukan rasa, bathin, jiwa dan pikiran keseimbangan dalam hidup yang terjaga dan lestari.
Courtesy of tamanismailmarzuki
Ia bukan hanya dikenal sebagai seorang pelukis, tetapi ia juga dikenal sebagai pejuang, pemikir dan organisatoris. Di kalangan rekan-rekannya, ia dikenal sebagai pelukis yang konsisten dengan suara panggilan nuraninya, meskipun pada waktu ada “boom” seni lukis, ia tidak bergeming dalam memilih apa yang sudah dipilihnya.
Ia dibesarkan dari keluarga mapan. Ayahnya, Hoesen Adimihardja asal Purwakarta adalah seorang pegawai negeri yang bekerja pada jawatan pengairan. Awal mula ia menyukai dunia seni lukis adalah saat ia bersekolah di HIS (
Seperti anak-anak lainnya, saat ia belum merasa tertarik untuk menekuni seni lukis. Apa yang dilakukannya hanya karena ada pelajaran menggambar. Tetapi lama-kelamaan, ia mulai tergerak ketika ia melongok di Keimin Bunka Sidhoso sebuah lembaga kesenian yang didirikan oleh pemerintah Jepang. Ia mulai tertarik dan ikut bergabung, pada waktu itu usianya baru 15 tahun.
Di tempat itu, ia mulai merasakan ada sesuatu yang perlu dan patut dikembangkan. Ia mulai berpikir untuk terjun ke dunia seni lukis. Abas Alibasyah lalu bergaul dengan pelukis lainnya seperti Hendra Gunawan, Barli Sasmitawinata dan Affandi. Mereka banyak memberi pengaruh terhadap dirinya. Dari sanalah kemudian Abas mulai menetapkan langkahnya menjadi seorang pelukis.
Bukit-Bukit Harapan (100 X 180 cm) | Setelah Jepang kalah perang tahun 1945. Ia tidak hanya berdiam dan menekuni dunia lukis saja. Keaktifannya di |
Sepak terjangnya di SMA BOPKRI membuatnya lebih bersemangat dalam menentukan pilihan hidupnya dalam dunia seni lukis.Karena situasi pada waktu masih dalam kondisi perang, ia banyak membuat sketsa-sketsa revolusi atau kejuangan yang dapat mengalahkan penjajah. Disitulah Abbas mulai tertarik dan bergabung di sanggar Pelukis Rakyat bersama Hendra Gunawan dan Affandi di Yogyakarta
Begitu banyak jabatan yang pernah dipikulnya, dan banyak pula penghargaan yang diraihnya, termasuk pameran lukisan diberbagai belahan dunia sudah pernah dilakoninya. Penghargaan seni yang pernah diraihnya adalah Anugerah Seni dari pemerintah tahun 80-an, penghargaan dari DKJ, penghargaan Lempad Prize dari Yayasan Lempad Bali, Cultural Award Scheme dari pemerintah Australia dan Satya Lencana Kebudayaan dari pemerintah RI. Hingga kini Abas Alibasyah tak pernah berhenti bekerja dan berkarya.
Abas Alibasyah saat ini tinggal di
Courtesy of tamanismailmarzuki
Berdiri
Di tepi pantai, ,.
Di tengah tebing batu nan jauh
Membuatku seolah begitu kecil
Di tengah dunia yang begitu luas
Kupandang seluas mata
Tak terbatas apapun jua
Ini adalah sebuah cerita
Saat kau berdiri di
Merentangkan kedua tanganmu seolah hanya kau di
Memejamkan mata
Dan merasakan lembutnya belaian angin yang menyapa
Hanya hati yang penuh dengan asa di
Seolah kita terbang terbawa hemburan angin surga
Inikah kuasa Tuhan Yang Maha Kuasa
Bukan!
Ini hanya satu keajaiban dari satu ciptaanya
Betapa besar kuasa-NYA
Mencipta suatu yang begitu
Suatu yang membuat jiwa seorang manusia begitu nyamannya
Tak seperti yang kau kira,
Copyright © L4thii3f i7 4da
I Nyoman Gunarsa adalah salah seorang seniman yang ternama yang berasal dari
Pada tahun 1950, ketika demam
| Nyoman Gunarsa berkarya berdasarkan inspirasinya akan penari Bali, ia menyebut |
“Melalui sapuan warna dan garis-garis yang tidak beraturan, elemen dasar dalam karya lukisanku adalah irama”, katanya. Pada tahun 1970 ia mendirikan “Sanggar Dewata Indonesia” dan masih terus berjalan sampai sekarang, selain itu pada tahun 1989 ia juga mendirikan Museum Seni Lukis Kontemporer Indonesia Nyoman Gunarsa” di Yogyakarta, dan sekarang ia sedang menyiapkan untuk membuka “Museum Seni Lukis Bali” di Klungkung, Bali.
Setelah menderita stroke pada Desember 1998, Gunarsa bermetamorfosis sekali lagi, ia menyebutnya ‘Moksa’ dalam bahasa Hindu. Sebuah pernyataan dimana seseorang bebas dan menjadi satu dengan kosmos. Ia melukis antara nyata dan tidak nyata, bermimpi dan terbang. Dari 100 lukisannya yang ia lukis sejak 1996, menandakan perjalanan spiritual Gunarsa. Sampai sekarang Gunarsa masih tetap berkarya, di studio alamnya di Banda, Klungkung, dan memajang hasil karyanya di salah satu museum senirupa yang ia dirikan di
Amang Rahman lahir dari pasangan seorang keturunan Arab dan ibunya berasal dari daerah Jambi Kemantren, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. Sebagai putra ke empat dari 13 bersaudara dalam lingkungan keluarga yang taat beragama, Amang pada masa kecilnya mendapat pengaruh kuat kebudayaan Islam di Jawa yang diperoleh dari cerita maupun petuah dari kakek neneknya, keluarga, masyarakat, lingkungannya maupun kawan sebaya sepermainannya. Pengaruh ini berlanjut terus hingga usia remaja. Dia sangat akrab dengan Al Quran, berbagai surau, mesjid bahkan gemar pula mengunjungi berbagai makam. Karena tertarik untuk berziarah atau menyaksikan nisan antik yang bertuliskan huruf Arab maupun huruf Jawa yang pada saat itu dianggap menarik dan unik.
Memasuki usia dewasa pengalaman hidup Amang terus berkembang serta bertambah. Dia menyenangi juga berbagai kesenian yang hidup dan tumbuh di Jawa dan Madura seperti : wayang kulit, ludruk, berbagai ragam tari, musik maupun berbagai cerita rakyat setempat, termasuk pantun parikan serta syair daerah baik dalam bentuk penyampaian lisan maupun tulisan.
Sejalan dengan usahanya memperdalam bidang seni rupa, Amang pun terus menekuni serta mengembangkan wawasannya dibidang kesenian lainnya. Antara lain dengan membaca di perpustakaan, berdiskusi dengan rekan seniman lainnya, dari
Latar belakang yang diawali sejak masa kecil maupun pengalaman religi serta berbagai pengalaman hidupnya sehari-hari telah membangun secara bertahap dan terus memperkaya wawasan Amang Rahman dalam karya lukisannya. Penjelajahan dan pengembaraan ruang kehidupan manusia baik jasmani maupun rohani membentuk alam kesadaran Amang yang dimanifestasikan pada penguasaan ruang kanvas lukisan-lukisannya. Jejak ini dapat disaksikan pada setiap lukisan Amang, terutama didalam meletakkan obyek serta komposisinya yang esensial yaitu : alur horizontal, vertikal dan diagonal. Pilihan obyek utamanya sederhana. Sosok manusia, paling sedikit 2 dan paling banyak 9 figur dalam pola bentuk dan posisinya dilakukan pengulangan. | Antara Kayu Tanam-Bukit Tinggi (1998), 145 X 195 cm |
Penampilan unsur warna pada setiap lukisan Amang didominasi oleh pilihan warna biru, hijau, kuning dan hitam dengan nuansa dari keempat warna pilihannya itu. Berlanjut pada efek warna yang menyiratkan cahaya merupakan esensi dari keutuhan tema sentral. Pada penggunaan unsur garis, hampir setiap lukisan Amang bersifat efisien berupa kontur yang fungsional malah pada kebanyakan karyanya penampilan unsur garis sebagai maksud bayangan dibangun dengan batas pertemuan kontras warna yang berbeda.
Menurut pengakuannya, Amang lebih puas menggunakan jari-jarinya termasuk telapak atau punggung tangannya sebagai pengganti kuas dan pisau pallet untuk melukis, kadang-kadang menggunakan kain serbet untuk menghapus atau mencampur warna langsung keatas kanvas. Hasil produk kerja seperti itu, menjadikan wajah kanvas tidak kasar, perubahan nuansa warna menjadi halus dan bentuk obyeknya menjadi datar seperti halnya lukisan yang dekoratif dua dimensional.
Karya lukisan Amang Rahman didasari oleh keluasan wawasan, aneka ragam pengalaman hidup lahir bathin serta perenungan selaku insan yang beriman Islam telah melahirkan sikap hidup yang bersahaja, arif dan bijaksana dalam menghadapi dan mengatasi kehidupan di dunia fana ini. Beberapa unsur seperti keyakinan terhadap diri sendiri, pengalaman beragama yang kian mempertebal iman Islam, memahami hakekat hidup serta menghayati secara total dalam berkesenian telah diraih dan direfleksikan pada sebagian lukisan Amang Rahman Jubair, khususnya pada karyanya yang non-kaligrafis.