Oh Dios, Deje que su feliz toda la creación, todas las personas que amo, mis hermanos, mis amigos, y no te olvides de mis padres.

on Rabu, 27 Oktober 2010 | 0 C0Mm3nTs
JAKARTA (Suara Karya) Gerakan reformasi yang digulirkan tahun 1998 telah kehilangan arah. Bahkan, ada kesan gerakan reformasi telah dibajak oleh berbagai kelompok kepentingan dalam kalangan elite.Demikian benang merah yang mengemuka dalam acara sarasehan dalam rangka refleksi akhir tahun 2009 bertajuk "Menanggulangi Gejala Keterasingan Kaum Elite dari Massa Rakyat Indonesia" yang diselenggarakan DPP Partai Golkar Bidang Penanganan Kerawanan Sosial di Jakarta, Rabu (30/12).
Dalam acara sarasehan itu hadir Ketua DPP Partai Golkar Bidang Penanganan Kerawanan Sosial Pontjo Sutowo, Guru Besar Hmu Hukum UI Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif, rohaniwan Frans Magnis Suseno, intelektual muda Ulil Abshar Abdalla, dan Wakil Ketua DPR yang juga Ketua DPP
Partai Golkar Priyo Budi Santoso.
Menurut Jimly, pascareformasi terjadi krisis akhlak di seluruh lapisan dan golongan masyarakat, la mengemukakan, sistem demokrasi cenderung hanya diselenggarakan secara prosedural di mana peradilan hanya dilakukan untuk menghasilkan keadilan formal.
"Sementara para penegak hukum hanya menegakkan peraturan, bukan keadilan, dan dunia usaha juga hanya berorientasi pada hak dan keuntungan materi yang bersifat instan dan berjangka pendek," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. Jimly melihat, meski negara mengalami reformasi besar-besaran, tetapi kekuatan ciyii society dan dunia usaha belum ditata ulang secara serius sehingga dapat mengimbangi peran negara.
Misalnya, kata Jimly, organisasi masyarakat dan dunia usaha masih memperlakukan negara dalam posisi yang terlalu dominan sehingga menjadi penyelenggara negara masih dianggap sebagai satu-satunya cita-cita yang layak diimpikan baik oleh tokoh-tokoh masyarakat maupun tokoh-tokoh dari dunia usaha.
Sementara itu, Ahmad
Syafii Maarif mengatakan, bangsa ini membutuhkan pemimpin yang negarawan yang berpikir besar untuk jangka panjang bangsa dan negara. Pemimpin yang tampak santun di luar belum tentu tulus di dalam," kata Maarif.
Menurut Maarif, dengan hadirnya para pemimpin negarawan di tingkat pusat dan daerah, maka segala masalah yang masih menjerat bangsa ini akan dapat dipecahkan dengan cerdas dan arif dan berdaya jangkau jauh ke abad-abad yang datang. "Politikus yang menjamur sekarang ini mesti belajar menjadi negarawan pada tingkatnya masing-masing," ujarnya.
Sementara itu, Priyo Budi Santoso mengatakan, dalam relasi antara elite dan massa rakyat, tersirat ada kegundahan yang mendalam tentang relasi yang tidak harmonis elite dengan rakyatnya. "Sejarah selalu menunjukkan bahwa keresahan yang memuncak di kalangan grassroot akan menimbulkan kerawanan yang mengarah pada situasi chaos.
Menurut Priyo, sebuah perubahan yang berbentuk revolusi ataupun revisionis selalu dipicu oleh kekerasan. Ini disebabkan tidak terpenuhinya rasa keadilan dan keresahan karena tidak terpenuhinya kesejahteraan yang seharusnya dipenuhi oleh penyelenggara negara.
Priyo mengatakan, Partai Golkar berkepentingan menyelamatkan pilihan terhadap demokrasi dengan mendorong pelaksanaan demokrasi yang berujung pada keadilan dan kesejahteraan rakyat. "Golkar mendorong terwujudnya keadilan ekonomi dan menghapus kesenjangan sosial yang melebar," katanya. Sementara itu, Pontjo Sutowo mengatakan, gagasan kebijakan yang diambil oleh para elite di era refomiasi kurang menggambarkan penerjemahan dari landasan ideologis cita-cita masyarakat bangsa.
Ia menilai, kebijakan pembangunan nasional yang diterapkan di daerah-daerah sepertinya terpisah-pisah, tidak dalam kerangka yang utuh yang menggambarkan Indonesia sebagai negara kesatuan.

Related Posts by Categories



0 C0Mm3nTs:

Posting Komentar