Oh Dios, Deje que su feliz toda la creación, todas las personas que amo, mis hermanos, mis amigos, y no te olvides de mis padres.

on Selasa, 31 Agustus 2010 | 0 C0Mm3nTs

 Lahir 2 Februari 1927 di Hutagodang-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Putra kedua Raja Junjungan Lubis, mantan Gubernur Sumatera Utara masa itu yang juga seorang pelukis yang pernah berguru dengan Wakidi, salah seorang naturalis pertama yang terkemuka di Sumatera Barat.

Awal 1950, ia berangkat ke Yogyakarta untuk belajar melukis di ASRI (1952). Ia juga belajar melukis kepada pelukis Affandi, Hendra Gunawan, Sudarso, dan Trubus. Ia juga dikenal sebagai salah satu pelukis angkatan Sanggar Pelukis Rakyat, yang di tahun 1960 bersama Hendra Gunawan, Trubus, dan seniman muda lainnya, membuat monumen Tugu Muda Semarang.
on | 0 C0Mm3nTs


Kemampuan untuk melakukan Instalasi dan setting untuk sebuah Warung Internet (Warnet) selama ini dianggap hanya dimiliki oleh mereka yang sudah lama berkecimpung didunia IT Administrator. Dengan mematok biaya yang cukup lumayan mereka bersedia membantu kita dalam membangun sebuah Warnet yang hendaknya akan kita gunakan sebagai Unit Produksi. Ketidaktahuan
on | 0 C0Mm3nTs

 Dalam pergaulan, Oesman Effendi sangat dikenal diantara rekan-rekan seniman sebagai tokoh yang kontroversial pandangannya mengenai kebudayaan pada umumnya, dan senirupa Indonesia pada khususnya.  

Pandangan serta pernyataannya yang berani, tentang keberadaan seni lukis Indonesia yang menurutnya tidak ada atau belum ada, dilontarkan pada tahun 1970, pada suatu diskusi terbatas di sebuah lembaga kebudayaan asing (Amerika Serikat), di Jakarta. Pernyataan Oesman Effendi itu menimbulkan berbagai reaksi pada kelompok budayawan maupun seniman yang merasa tersinggung, seakan-akan seluruh perjuangan seni yang selama itu mereka lakukan diabaikan begitu saja. Sikap Oesman Effendi yang kontroversial mengenai kesenian ini tidak berubah sampai akhir hayatnya.  

Oesman Effendi lahir di Padang, Sumatera Barat pada tanggal 28 Desember 1919, belajar melukis secara otodidak. Pernah memenangkan lomba mencipta lambang/logo perpustakaan EXLIBRIS untuk Bataviasche Kunstring pada tahun 1938, mencipta logo BMKN (Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional) tahun 1950, logo Dewan Kesenian Jakarta dan Pusat Kesenian Jakarta dan merupakan salah seorang pendiri Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki dan mesjid Amir Hamzah dikompleks Taman Ismail Marzuki

 

 Pernah menjadi dosen Akademi Seni Rupa LPKJ (IKJ) hingga tahun 1972. Sejak itu ia menetap di Kota Gadang Bukit Tinggi. Karya-karya masterpiece Oesman Effendi adalah karya hitam-putih yang dalam bentuk kumpulan karya hitam putih. Aliran lukisannya abstrak konstruktif. Kecenderungan/trend lukisan sekarang yang sedang tumbuh adalah mengacu kepada seni rupa universal, dimana bahasa visual menjadi tuntutan bagi seluruh seni-rupawan untuk mengembangkan nilai-nilai tradisional/etnis kepada nilai international/universal.  

Oesman Effendi wafat pada tanggal 28 Maret 1985 karena menderita penyakit kanker hati dan dimakamkan di pemakaman Karet Jakarta.



Courtesy of tamanismailmarzuki

Blogged with the Flock Browser
on | 0 C0Mm3nTs

Seni Rupa ITB, tempat Kaboel mempelajari gagasan-gagasan seni rupa modern, memang lebih mendekati sebagian dari asas-asas seni rupa modern Eropa yang percaya pada rinsip-prinsip universalisme. Juga melalui jalur akademis itu ia memberi keseimbangan antara rasio dan emosi dan meluruskan modernisasi yang berkembang di abad-19. Kesenian yang kemudian disadarinya bukanlah sebuah misteri yang Cuma dimiliki oleh seniman sebagai suatu penemuan. Melainkan sebagai suatu kegiatan intelektual dan perasan yang harus dipahami falsafahnya dan dipelajari prinsip-prinsipnya.

 

Kaboel memahami seni rupa modern melalui suatu metode yang asas-asasnya tersusun secara akademis. Kesadaran terhadap bidang datar bahwa gambar adalah benda. Dimana masalah-masalah teknis dan estetis lebih diutamakan untuk dieksplorasi ketimbang kandungan ideologisnya, menunjukan pemahaman pada hakikat seni rupa yang mendasar. Bersamaan dengan kegiatannya di bidang seni lukis ditahun 1964, Kaboel turut mempopulerkan kegiatan seni grafis dan mengajar di studio tersebut bersama Mochtar Apin. Pilihan untuk mengajar di Seni Rupa ITB, khusus untuk rumpun seni yang terasing ini, merupakan suatu tantangan tersendiri sebagai seniman pengajar seperti Kaboel. Di satu pihak, ia juga masih ingin terus berkarya, baik lewat lukisan maupun seni grafis, dan di pihak lain ia juga tak bisa meninggalkan dunia pendidikan demi kepentingan-kepentingan pribadi. Lagi pula bidang pendidikan seni grafis masih memerlukan semangat idealisme yang tinggi untuk mempopulerkannya tak semudah jalan yang ditempuh oleh seni lukis.

 

Pada akhirnya Kaboel terpaksa harus mengerjakan keduanya, tanpa harus mengabaikan dunia pendidikan. Keinginan untuk mempopulerkan seni grafis seperti yang dianjurkan Mochtar Apin, guru dan sahabatnya tak pernah surut sebagaimana hal ini sering dianjurkan Kaboel kepada murid-muridnya dikemudian hari namun, karya-karya grafisnya masih belum mendapatkan tanggapan sebaik lukisan-lukisannya.

 

Model Duduk dan Berbaring,

cat minyak diatas kanvas (1975)

Dunia seni grafis rupanya masih menemukan nasib buruk. Persoalan ini pada akhirnya menjadi persoalan klasik dikalangan pegrafis, dan menjadi beban tersendiri bagi Kaboel sebagai guru dibidang ini. Maka tak heran jika ia lebih condong mempertaruhkan karya-karyanya dalam pameran-pameran di mancanegara, seperti Belanda, Belgia, Swiss, Jerman, New York, Jepang dan Singapura. Memang cukup ironis hasilnya. Disana karya Kaboel malah mendapatkan tanggapan selayaknya.

 

 

Kaboel senantiasa gelisah akan perkara ini. Dimensi sosial yang inheren dalam seni grafis, ternyata hanya diminati oleh para pencinta seni dari mancanegara saja. Dan sampai memasuki tahun 2000, tetap saja karya lukisnyalah yang lebih banyak dimiliki masyarakat di tanah air. Pada setiap karya-karya Kaboel, baik itu lukisan atau grafis, senantiasa muncul obyek-obyek tertentu yang disukainya, seperti landscape, sosok dan fauna. Hal ini tentu harus dibedakan dengan sketsa-sketsa yang dibuatnya, seringkali semacam catatan dari suatu penglihatan dalam perjalanan. Tidaklah persis diketahui apakah setiap lukisan Kaboel menggunakan model atau tidak, yang jelas ia terlebih dahulu membuat studi untuk setiap obyek yang ingin dilukisnya. Seluruh deformasi dan distorsi didalam karyanya adalah karena ia kerap lebih mempertimbangkan keseluruhan struktur lukisan serta organisasi unsur-unsurnya.

 

Abstraksi terhadap subyek yang cukup lanjut itu membuat karya-karya Kaboel sering berupa rumusan, hal yang membedakannya dengan pelukis-pelukis yang membuat penafsiran terhadap sosok atau obyek yang dilihatnya, misalnya seperti kaum impresionisme Eropa di penghujung abad-19 menafsirkan sekitarnya. Lebih dari sekedar persoalan etis, kegelisahan Kaboel ini lebih merefleksikan nilai-nilai etisnya.

 



Courtesy of tamanismailmarzuki

Blogged with the Flock Browser
on | 0 C0Mm3nTs

Dua jalan besar menuju lahan kesenian di Indonesia selama ini adalah jalan yang dibangun dengan pendidikan formal, dan pendidikan non-formal. Seniman yang melalui pendidikan formal lazimnya mendapat julukan seniman akademis, sedangkan non-formal biasanya mendapat julukan seniman otodidak, atau seniman yang belajar sendiri. Dalam kenyataan saat ini Indonesia memiliki dua kelompok seniman yang menempuh kedua jalur tersebut, Bahkan ada pula seniman yang mampu tumbuh dan berkembang melalui gabungan kedua jalan tersebut, mereka merasa cocok serta membahagiakan.

 

Bila diamati sebagian besar lukisan karya Ipung Gozali dengan cermat, maka segera mendapat pengarahan bahwa dia termasuk pelukis yang menggunakan kedua jalan sekaligus dengan sikap seorang seniman otodidak. Pengalaman seni lukisnya telah tumbuh sejak masa kanak-kanak, kemudian berlanjut kebangku Taman Siswa di Bandar Lampung.

 

Kegemarannya akan melukis diteruskan dengan pengembaraannya ke Pulau Jawa yang dikenal sebagai pusat pendidikan kesenian termaju di Indonesia. Memasuki usia dewasa dia memperluas wawasan seni rupa dengan memperkenalkan diri beberapa pelukis yang sudah jadi, melalui beberapa pameran, ceramah serta latihan melukis bersama pemuda lain maupun sendiri.

 

Cahaya diatas Cahaya (70 x 100cm)

 

Sejak tahun 1970 –- 1990, Ipung Gozali telah beberapa kali menyelenggrakan pameran tunggal maupun kolektif di Jakarta dan di beberapa negara ASEAN, Eropa termasuk BBC London serta Swedia. Ia berpendapat dan merasakan bahwa seni lukis ibarat bahasa universal yang mampu menciptakan nilai-nilai perdamaian.

 

Melalui seni lukisnya Ia mampu merangkul alam, sekaligus melindungi, dengan memadukan rasa, bathin, jiwa dan pikiran keseimbangan dalam hidup yang terjaga dan lestari.



Courtesy of tamanismailmarzuki

Blogged with the Flock Browser
on | 0 C0Mm3nTs
 

Ia bukan hanya dikenal sebagai seorang pelukis, tetapi ia juga dikenal sebagai pejuang, pemikir dan organisatoris. Di kalangan rekan-rekannya, ia dikenal sebagai pelukis yang konsisten dengan suara panggilan nuraninya, meskipun pada waktu ada boom seni lukis, ia tidak bergeming dalam memilih apa yang sudah dipilihnya.

 

Ia dibesarkan dari keluarga mapan. Ayahnya, Hoesen Adimihardja asal Purwakarta adalah seorang pegawai negeri yang bekerja pada jawatan pengairan. Awal mula ia menyukai dunia seni lukis adalah saat ia bersekolah di HIS (Holandsche Inlandsche School). Pelajaran menggambarnya cukup menonjol. Begitu juga ketika ia meneruskan studinya di Sihan Gakko.

 

Seperti anak-anak lainnya, saat ia belum merasa tertarik untuk menekuni seni lukis. Apa yang dilakukannya hanya karena ada pelajaran menggambar. Tetapi lama-kelamaan, ia mulai tergerak ketika ia melongok di Keimin Bunka Sidhoso sebuah lembaga kesenian yang didirikan oleh pemerintah Jepang. Ia mulai tertarik dan ikut bergabung, pada waktu itu usianya baru 15 tahun.

 

Di tempat itu, ia mulai merasakan ada sesuatu yang perlu dan patut dikembangkan. Ia mulai berpikir untuk terjun ke dunia seni lukis. Abas Alibasyah lalu bergaul dengan pelukis lainnya seperti Hendra Gunawan, Barli Sasmitawinata dan Affandi. Mereka banyak memberi pengaruh terhadap dirinya. Dari sanalah kemudian Abas mulai menetapkan langkahnya menjadi seorang pelukis.

 

Bukit-Bukit Harapan  (100 X 180 cm)

Setelah Jepang kalah perang tahun 1945. Ia tidak hanya berdiam dan menekuni dunia lukis saja. Keaktifannya di medan perang juga ikut mempengaruhi cara berfikir dalam menempuh strategi dalam menatap masa depannya.

 

Sepak terjangnya di SMA BOPKRI membuatnya lebih bersemangat dalam menentukan pilihan hidupnya dalam dunia seni lukis.Karena situasi pada waktu masih dalam kondisi perang, ia banyak membuat sketsa-sketsa revolusi atau kejuangan yang dapat mengalahkan penjajah. Disitulah Abbas mulai tertarik dan bergabung di sanggar Pelukis Rakyat bersama Hendra Gunawan dan Affandi di Yogyakarta   

 

Begitu banyak jabatan yang pernah dipikulnya, dan banyak pula penghargaan yang diraihnya, termasuk pameran lukisan diberbagai belahan dunia sudah pernah dilakoninya. Penghargaan seni yang pernah diraihnya adalah Anugerah Seni dari pemerintah tahun 80-an, penghargaan dari DKJ, penghargaan Lempad Prize dari Yayasan Lempad Bali, Cultural Award Scheme dari pemerintah Australia dan Satya Lencana Kebudayaan dari pemerintah RI. Hingga kini Abas Alibasyah tak pernah berhenti bekerja dan berkarya. 

 

Abas Alibasyah saat ini tinggal di Jakarta, di komplek P&K Cipete Jakarta Selatan dan masih terus produktif melukis.



Courtesy of tamanismailmarzuki

Blogged with the Flock Browser
on Senin, 30 Agustus 2010 | 0 C0Mm3nTs

Berdiri

Di tepi pantai, ,.

Di tengah tebing batu nan jauh

Membuatku seolah begitu kecil

Di tengah dunia yang begitu luas

Kupandang seluas mata

Tak terbatas apapun jua

 

Ini adalah sebuah cerita

Saat kau berdiri di sana

Merentangkan kedua tanganmu seolah hanya kau di sana

Memejamkan mata

Dan merasakan lembutnya belaian angin yang menyapa

 

Hanya hati yang penuh dengan asa di sana

Seolah kita terbang terbawa hemburan angin surga

 

Inikah kuasa Tuhan Yang Maha Kuasa

Bukan!

Ini hanya satu keajaiban dari satu ciptaanya

Betapa besar kuasa-NYA

Mencipta suatu yang begitu indahnya

Suatu yang membuat jiwa seorang manusia begitu nyamannya

Tak seperti yang kau kira,

 

 

 

Copyright © L4thii3f i7 4da

Blogged with the Flock Browser
on | 0 C0Mm3nTs

I Nyoman Gunarsa adalah salah seorang seniman yang ternama yang berasal dari Bali. Karya Lukisannya di dasari oleh cerita rakyat Bali, dan legenda Hindu Dharma. Hal tersebut yang membuat gaya melukisnya berbeda dari yang lain. Karya-karyanya berdasarkan eksplorasinya dari kesenian Bali, seperti tarian tradisional, musik tradisional, upacara keagaman, dan keanekaragaman lingkungan yang mempengaruhi banyak seniman yang berasal dari Bali dan Indonesia. Kesuksesan yang diraihnya tidak didapat dengan mudah, ia meraihnya dengan penuh perjuangan. Alumnus dari ASRI Yogyakarta ini memulai karirnya sebagai tenaga pengajar di institut yang membesarkannya.

 

Pada tahun 1950, ketika demam gaya ekspresionis melanda para alumni institut tersebut, Nyoman Gunarsa telah terlebih dahulu mendalaminya. Setelah melewati masa realisme, akhirnya ia memilih gaya melukis abstrak ekspresionis dan menjadikan Bali sebagai tema utama karya-karyanya. Selama menjalani karir sebagai pelukis, Gunarsa telah melewati berbagai tahapan dalam melukis. Wayang kulit Abu Aringgit adalah salah satu yang mendominasi tema dalam lukisannya. Inteprestasinya berdasarkan insting dan sapuan garis, titik dan warna yang menghasilkan gambar dengan sentuhan estetik. Saya melukis garis sebagaimana saya bernyanyi, saya meletakkan warna sebagaimana saya menari, katanya.

 

Nyoman Gunarsa berkarya berdasarkan inspirasinya akan penari Bali, ia menyebut gaya lukisannya sebagai ruang dan gerak. Biasanya ia melukis menggunakan cat minyak dan juga cat air. Hasil karyanya memperlihatkan kebebasan, baik dalam garis dan warna, objek yang biasa dapat menjadi luar biasa setelah melalui tangan Gunarsa.

 

Melalui sapuan warna dan garis-garis yang tidak beraturan, elemen dasar dalam karya lukisanku adalah irama, katanya. Pada tahun 1970 ia mendirikanSanggar Dewata Indonesia” dan masih terus berjalan sampai sekarang, selain itu pada tahun 1989 ia juga mendirikan Museum Seni Lukis Kontemporer Indonesia Nyoman Gunarsadi Yogyakarta, dan sekarang ia sedang menyiapkan untuk membuka “Museum Seni Lukis Bali” di Klungkung, Bali.

 

Setelah menderita stroke pada Desember 1998, Gunarsa bermetamorfosis sekali lagi, ia menyebutnyaMoksadalam bahasa Hindu. Sebuah pernyataan dimana seseorang bebas dan menjadi satu dengan kosmos. Ia melukis antara nyata dan tidak nyata, bermimpi dan terbang. Dari 100 lukisannya yang ia lukis sejak 1996, menandakan perjalanan spiritual Gunarsa. Sampai sekarang Gunarsa masih tetap berkarya, di studio alamnya di Banda, Klungkung, dan memajang hasil karyanya di salah satu museum senirupa yang ia dirikan di Yogyakarta. Ia masih terus mendedikasikan hidup dan karyanya demi Bali.

 



Courtesy of tamanismailmarzuki
Blogged with the Flock Browser
on | 0 C0Mm3nTs

Amang Rahman lahir dari pasangan seorang keturunan Arab dan ibunya berasal dari daerah Jambi Kemantren, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. Sebagai putra ke empat dari 13 bersaudara dalam lingkungan keluarga yang taat beragama, Amang pada masa kecilnya mendapat pengaruh kuat kebudayaan Islam di Jawa yang diperoleh dari cerita maupun petuah dari kakek neneknya, keluarga, masyarakat, lingkungannya maupun kawan sebaya sepermainannya. Pengaruh ini berlanjut terus hingga usia remaja. Dia sangat akrab dengan Al Quran, berbagai surau, mesjid bahkan gemar pula mengunjungi berbagai makam. Karena tertarik untuk berziarah atau menyaksikan nisan antik yang bertuliskan huruf Arab maupun huruf Jawa yang pada saat itu dianggap menarik dan unik.

 

Memasuki usia dewasa pengalaman hidup Amang terus berkembang serta bertambah. Dia menyenangi juga berbagai kesenian yang hidup dan tumbuh di Jawa dan Madura seperti : wayang kulit, ludruk, berbagai ragam tari, musik maupun berbagai cerita rakyat setempat, termasuk pantun parikan serta syair daerah baik dalam bentuk penyampaian lisan maupun tulisan.

 

Sejalan dengan usahanya memperdalam bidang seni rupa, Amang pun terus menekuni serta mengembangkan wawasannya dibidang kesenian lainnya. Antara lain dengan membaca di perpustakaan, berdiskusi dengan rekan seniman lainnya, dari Surabaya maupun dari kota lainnya di Indonesia, seniman tradisional maupun modern. Kecintaannya dalam dunia kesenian telah dibuktikan olehnya dalam bentuk puisi, penulisan kritik sastra serta karya lukisannya.

 

Latar belakang yang diawali sejak masa kecil maupun pengalaman religi serta berbagai pengalaman hidupnya sehari-hari telah membangun secara bertahap dan terus memperkaya wawasan Amang Rahman dalam karya lukisannya. Penjelajahan dan pengembaraan ruang kehidupan manusia baik jasmani maupun rohani membentuk alam kesadaran Amang yang dimanifestasikan pada penguasaan ruang kanvas lukisan-lukisannya.

 

Jejak ini dapat disaksikan pada setiap lukisan Amang, terutama didalam meletakkan obyek serta komposisinya  yang esensial yaitu : alur horizontal, vertikal dan diagonal. Pilihan obyek utamanya sederhana. Sosok manusia, paling sedikit 2 dan paling banyak 9 figur dalam pola bentuk dan posisinya dilakukan pengulangan.

Antara Kayu Tanam-Bukit Tinggi (1998),

145 X 195 cm

 

 

 

Penampilan unsur warna pada setiap lukisan Amang didominasi oleh pilihan warna biru, hijau, kuning dan hitam dengan nuansa dari keempat warna pilihannya itu. Berlanjut pada efek warna yang menyiratkan cahaya merupakan esensi dari keutuhan tema sentral. Pada penggunaan unsur garis, hampir setiap lukisan Amang bersifat efisien berupa kontur yang fungsional malah pada kebanyakan karyanya penampilan unsur garis sebagai maksud bayangan dibangun dengan batas pertemuan kontras warna yang berbeda.

 

Menurut pengakuannya, Amang lebih puas menggunakan jari-jarinya termasuk telapak atau punggung tangannya sebagai pengganti kuas dan pisau pallet untuk melukis, kadang-kadang menggunakan kain serbet untuk menghapus atau mencampur warna langsung keatas kanvas. Hasil produk kerja seperti itu, menjadikan wajah kanvas tidak kasar, perubahan nuansa warna menjadi halus dan bentuk obyeknya menjadi datar seperti halnya lukisan yang dekoratif dua dimensional.

 

Karya lukisan Amang Rahman didasari oleh keluasan wawasan, aneka ragam pengalaman hidup lahir bathin serta perenungan selaku insan yang beriman Islam telah melahirkan sikap hidup yang bersahaja, arif dan bijaksana dalam menghadapi dan mengatasi kehidupan di dunia fana ini. Beberapa unsur seperti keyakinan terhadap diri sendiri, pengalaman beragama yang kian mempertebal iman Islam, memahami hakekat hidup serta menghayati secara total dalam berkesenian telah diraih dan direfleksikan pada sebagian lukisan Amang Rahman Jubair, khususnya pada karyanya yang non-kaligrafis.

 

 


Courtesy of tamanismailmarzuki

Blogged with the Flock Browser